Monday, October 11, 2004

IAAS in Indonesia

July 1991. Pertama kalinya mahasiswa Indonesia involved dalam kegiatan IAAS (International Association of Agricultural Students) yang berbasis di Leuven, Belgia. Dalam 35 tahun organisasi non-profit, non-government ini berdiri, tahun inilah partisipasi Indonesia pertama kalinya, ketika Pak Dr. Eriyatno (ketika itu PR III Institut Pertanian Bogor) memberitahu bahwa mhs IPB, sebagai representatif mahasiswa Indonesia, mendapat undangan mengikuti Kongress IAAS yang ke-35 di Thailand.

Ketika itu, Pak Eriyatno memilih aku jadi salah satu dari 5 orang delegasi Indonesia, bersama dengan Mia Siscawati, Nelly Sunkar, Rita Silalahi dan Husni Rizal.

Aku masih tingkat satu ketika itu. Karena kemampuan bhs Inggris-ku pula, Mia (ketua delegasi) meminta aku untuk berbicara di forum Kongress IAAS ke-35 on behalf of Indonesia di depan ratusan mahasiswa IAAS lebih dari 40 negara. Ketika voting, Indonesia diterima secara aklimasi menjadi candidate member IAAS.

Alhamdulillah, itulah titik tolak keikutsertaan Indonesia dalam IAAS.

Tahun berikutnya, aku dipilih menjadi ketua delegasi Indonesia, bersama dengan Ahmad Saufi dan Nik Retno Purwandari (almarhum). Ketika itu, kami membawa misi menggolkan Indonesia menjadi 'Full Member' pada kongres-nya yang ke-36 di Belgia dan Belanda, pada Juli 1992.

Pada saat itu pula, aku terpilih menjadi satu dari 4 Control Committee IAAS International, bersama delegasi dari Belanda, Togo dan Sweden. Control Committee adalah badan legislatif IAAS International yang berfungsi memantau jalannya organisasi. Untungnya untuk kepengurusan ini, masih bisa dilakukan dengan komunikasi jarak jauh, jadi tidak perlu tinggal di Belgia.

Keikutsertaan Indonesiapun bermula saat itu. Posisiku sebagai Control Committee juga memudahkan lobbi Indonesia sehingga dalam waktu 1 tahun setelah diterima menjadi full member, Indonesia sudah bisa mengirimkan delegasinya untuk mengikuti exchange program ke lahan2 pertanian di Eropa. Ini merupakan prestasi, misalnya dibandingkan dengan Thailand yang baru bisa berpartisipasi di exchange program 4 tahun sesudah terpilih menjadi full member.

Inilah titik tolak terbukanya kesempatan. Kesempatan bagi mahasiswa pertanian Indonesia untuk berpartisipasi di forum internasional.

Terhitung July 1991 hingga 1994, lebih dari 20 orang mahasiswa pertanian Indonesia turut berpartisipasi dalam kegiatan:

* seminar kelautan di Perancis, 1992.
* seminar pertanian & energi di Sweden, 1992.
* exchange program di Norway, 1993.
* exchange program di Switzerland, 1993.
* exchange program di Belanda, 1994.
* delegasi kongres ke-37 di Brazil, 1993.

Selain IPB, ada juga mahasiswa yang berasal dari Universitas Brawijaya.

Kami juga menerima mahasiswa dari Slovenia (2 orang) dan Switzerland untuk kerja praktek di lahan pertanian, peternakan di Indonesia.


Alhamdulillah, Aku sendiri terpilih menjadi Deputy National Director IAAS Indonesia yang pertama.

Aku dan rekan2 memulai dari 0, dari perancangan struktur organisasi (sangat ramping: National Committee hanya 10 orang), sampai membuat hirarki organisasi dari National Committee (NC) dan Local Committee (LC). Dalam tahun ke-2 IAAS Indonesia berdiri, sudah masuk LC dari Universitas Brawijaya, Universitas Jambi, Universitas Padjajaran dan Universitas Sumatra Utara.

Selain mengkoordinir pengiriman mahasiswa ke berbagai kegiatan di mancanegara, aku bertanggungjawab mendisain dan menyusun sistem seleksi calon yang mengikuti exchange program atau EXPRO (yang mengikut sertakan 30 PT negeri dan perguruan tinggi swasta melalui 7 Kopertis dlm pemilihannya), melaksanakan leadership training course IAAS Orientation Program dan melakukan pengkaderan. Para calon mahasiswa yang mengikuti exchange program tidak hanya dilihat dari kemampuan bahasa Inggris dan akademis, tapi juga dari kepemimpinannya, aktivitas sosial dan juga komitmen untuk mengembangkan organisasi IAAS, atau so called "contribution to society".

Aktivitas pertama terbesar kita adalah Asian Pacific Regional Meeting (APRM) pada 1-7 November, 1992 di Cisarua, dimana Arif Satria menjadi Ketua Panitia, dan Idris Balilah menjadi Ketua Steering Committee. Aku sendiri membantu sebagai sekretaris Steering Committee.

Sampai aku selesai menjabat pada tahun 1994, aku bersyukur ada lebih dari 20 anak Indonesia yang mendapat kesempatan untuk pergi ke luar negeri melalui program2 IAAS. Selain itu, juga beratus-ratus mahasiswa pertanian mendapat kesempatan beraktivitas dalam kegiatan IAAS dalam level nasional, dari partisipasi di Asian Pacific Regional Meeting (APRM), beberapa seminar nasional, IAAS Orientation programs (IOP) dan Leadership Training Courses.

(Just a note: Kreativitas muncul di mana2.. Ide untuk IAAS Orientation Programs atau IOP itu tercetuskan ketika aku, Arif Satria dan Aryo Rama sedang duduk2 nongkrong di Taman Satari IPB, tempat "official" unk nongkrong antara kuliah. Konsep awalnya adalah menciptakan ajang untuk mengenalkan IAAS, IAAS Indonesia dan aktivitasnya serta memberikan basic leadership courses untuk para mahasiswa yang tertarik untuk join IAAS).

Alhamdulillah pada tahun 1993, salah satunya karena aktivitasku ini, aku terpilih menjadi Mahasiswa Berprestasi III Fakultas Pertanian, IPB. Sayangnya aku tidak dapat hadir waktu pemberian penghargaan karena sedang melaksanakan KKN di Tegal Gundil.

Setelah kepengurusanku berakhir tahun 1994, aku mendengar kabar tiap tahun, ada mahasiwa Indonesia yang mengikuti kongress, seminar ke berbagai negara di Eropa & Amerika: Slovenia, Brazil, Latvia, Belgia, Belanda, German, Switzerland, Sweden, etc. Bahkan aku dengar dua tahun yang lalu ada juga mahasiwa Indonesia yang menjabat menjadi Vice President IAAS.

Prestasi lainnya adalah dipercayanya Indonesia untuk menjadi tuan rumah Kongres IAAS tahun 1996 di Bogor. Prestasi yang membanggakan, hanya 4 tahun setelah aku berbicara on behalf of Indonesia pada IAAS General Assembly di Belgium, di mana Indonesia diterima menjadi full member IAAS!!

ALHAMDULILLAH.

Aku bersyukur kerja kerasku dan rekan2 yang lain membangun IAAS Indonesia bisa membuka kesempatan bagi mahasiswa pertanian Indonesia untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan IAAS di Eropa.

Setiap kali aku mendengar kabar tentang partisipasi mhs Indonesia di aktivitas IAAS International, aku merasa berbangga hati. Setiap kali aku mendengar kabar bahwa alumni IAAS Indonesia sudah mendapat pekerjaan di berbagai sektor di Indonesia, bahkan ada yang bekerja/mendapat beasiswa di mancanegara, aku bersyukur.

Sedikit sumbangsaranku... untukmu, Indonesiaku.

Sister school

Aku tuh percaya, negeri tercinta akan cepet maju, kalo ada partisipasi aktif dari semua makhluk penghuninya. Gimana kalau kita galakkan semua orang harus mempunyai satu anak angkat, atau adik angkat? Seperti 'big brother, big sister'?

Satu contohnya dengan menciptakan konsep 'sister school'.

Jadi kalo ada satu sekolah yang elit di Jakarta, tiap anaknya punya satu orang little brother atau little sister di satu sekolah di pedalaman. Anak2 itu bisa berkorespondensi; orangtua si big brother/sister yang langsung mengirimkan 'suntikan' dana untuk little sister/little brother-nya.

Koordinasinya bisa dilakukan di tingkat sekolah, bisa dengan program 'sister school'. Kan boleh donk mengambil contoh baik konsep 'sister city'? Kenapa tidak???

Dengan kerjasama ini, bisa saja nanti satu sekolah elit punya beberapa sister schools di beberapa kota di Indonesia. Setelah itu, boleh juga ada kunjungan atau semacamnya, jadi bisa saling kenal. Tapi dengan itu bisa juga membangun rasa empasi sesama (bagi orang yang lebih mampu) dan juga bagi orang yang kurang mampu diberi kesempatan untuk bisa bersekolah, bahkan kalau memungkinkan untuk membantu ke jenjang lebih tinggi lagi....

Hm... Impianku.

Sunday, October 10, 2004

Wheel of Power

Baru2 ini anak semata wayangku, yang baru berumur 4 tahun, menemukan satu term baru, Wheel of Power, yang didapat dari film Hot Wheel. Kekuatan akan didapat seorang pembalap film kartun Hot Wheels kalau dia bisa mendapatkan wheel of power, katanya.

Kata itu tidak memberikan makna banyak ketika aku menjelaskan dan mendiskusikan arti Wheel of Power dalam film hot wheel itu.

Namun, ketika aku merenung, mengkontemplasikan, sebenernya, kata wheel of power yang aku dapatkan dari anakku yang sedang asyik2nya menekuni kartun hot wheel itu, ternyata mempunyai makna yang lebih dalam. Dalam kontemplasiku, wheel of power ini tidak hanya diperebutkan oleh seorang tokoh Kurt Wield dan Vert Wheeler film di Hot Wheel dengan perjuangan keras untuk mendapatkannya, tapi juga perlu 'diperebutkan' oleh tiap-tiap orang yang sedang berada di sisi bawah roda, salah satunya termasuk aku.

Kenapa?
Wheel. Roda. Aku melihat hidup ini bagaikan roda yang berputar. Karena usaha kita, dan juga rejeki kita, kita bisa berada di atas, tapi bisa saja cobaan sedang mencoba, jadi kita turun ke bawah, seperti juga putaran roda yang sedang bergerak. Sedihnya, ketika kita berada di bawah, sulit sekali kita untuk bergerak, untuk memotivasi diri kita untuk maju, dan untuk mempunyai kekuatan untuk maju. Tapi kita harus berusaha terus, hingga roda itu bisa berjalan, bisa bergerak lagi menuju ke atas.

Yang aku pikirkan, kondisi aku saat ini, aku perlu untuk memotivasi diriku untuk maju, untuk mendapatkan wheel of power tadi. Saat roda sedang berada di bawah, satu2nya cara untuk bisa naik lagi ke atas adalah dengan adanya dorongan, motivasi, kekuatan, kemauan, keteguhan dan kekonsistenan untuk ingin maju. Memang sulit bila kita merasa seperti hanya jalan di tempat. Seperti aku rasakan sekarang.

Semoga saja Allah menunjukkan wheel of power itu untukku. Subhanallah, aku bersyukur Allah menunjukkan perlunya wheel of power melalui anak balitaku. Semoga saja aku bisa maju dan bisa naik ke atas, dan memutarkan poros rodaku yang sekarang sedang di bawah. Semoga. Kabulkanlah, ya Allah.

Saturday, October 09, 2004

Tips and experience on raising a toddler

"Jakarta Ginger Decaf"

Kemarin iseng-iseng pergi ke Whole Foods, craving for brownies-nya. Karena haus, cari2 botol minuman. Taunya ketemu botol minuman teh, harganya $1.19 namanya "Jakarta Ginger Decaf", organic ginger & green tea infusion. Kemasannya bagus sekali, menggemaskan, dengan huruf T yang berisikan gambar wayang klasik. Diproduksi oleh sebuah pabrik teh di Bethesda, Maryland. Di belakang botol tertulis kata2 sang owner "we've been travelign the world in search of great teas. Literally, Barry's 40th birthday found him in Bali where he discovered the delights of ginger tea."

Rasa teh ini persis seperti teh jahe tapi ngga manis.
Wahhh, hebat ya. Coba orang Indo sendiri bisa dan punya modal untuk mengembangkan potensi-nya yang ada ke US, misalnya. Jahe campur teh asal Jakarta bisa memberikan ide bagi orang Bethesda untuk memproduksi itu di Amerika.

Negeri kita tercinta punya banyak potensi yang bisa dikembangkan. Semoga aja orang Indo lain, atau mungkin aku (kalo ada ide dan rejekinya) bisa mengembangkan potensi itu. Amin.

Thursday, October 07, 2004

A Foundation

Aku dan 3 teman akrabku baru2 ini punya ide untuk membuat suatu organisasi non-profit, yang bertujuan membangun, membantu, memajukan anak2 Indonesia. Bentuknya sendiri kami belum tahu.

Memang tidak mudah untuk meng-combine 4 otak yang menyebar di belahan dunia. Aku di Washington D.C., dua rekanku di Jawa Barat dan satu lagi di Inggris. Aku sendiri masih belum tahu apakah kami akan dapat melangkah dengan kendala jarak dan waktu. Yang menyatukan hanyalah tulisan maya, berupa email.

Tujuan kami satu: ingin bisa membantu barang sedikit lah, dengan membantu memberikan kesempatan pada anak2 Indonesia.

Caranya? Aku sendiri belum tahu kongkrit-nya bagaimana.
Pertama, kita harus mendisain apa yang ingin lakukan.
Kedua, kita harus melakukan riset kecil2an apa saja langkah yang harus dilakukan.
Ketiga, menyatukan persepsi dan membuat keputusan.
Keempat, melangkah dan mencari dana.
Kelima, do it!

Kita ini masih dalam langkah pertama. Aku ingin sekali bisa melakukan banyak, tapi ya memang kendalanya, kita harus juga melakukan tanggungjawab kita yang utama, yaitu untuk menghidupi masing2 dan take care keluarga masing2.

Semoga aja ya, bisa melangkah ke langkah berikutnya.

Amin.